Sabtu, 26 Maret 2011

Jenderal Polisi Juga Terlibat Korupsi...........Penjara Urusannya.

Susno Duadji Divonis 3,5 Tahun Penjara


Jakarta-"kba.GALAKnews"

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis terdakwa kasus korupsi dan pemotongan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat (Jabar) tahun 2008 dengan hukuman pidana penjara selama tiga tahun enam bulan dan denda sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Ketua Majelis Hakim, Charis Mardianto menyatakan mantan Kabareskrim tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan menerima paper bag (tas kertas) yang berisi uang Rp 500 juta dari Sjahril Djohan karena mengetahui kedudukannya sebagai Kabareskrim, sebagaimana dinyatakan Penuntut Umum (PU) dalam dakwaan pertama kelima, yaitu melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Menurut Hakim, Susno terbukti menerima uang Rp 500 juta terkait penanganan kasus PT Salma Arowana Lestari (SAL) berdasarkan keterangan yang diberikan oleh saksi Sjahril Djohan, Haposan Hutagalung, Upang Supandi dan Kombes Pol Syamsurizal Mokoagow.

Susno juga terbukti melakukan tipikor yang dilakukan bersama-sama dalam kasus pemotongan dana pengamanan pilkada Jabar tahun 2008, sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif kedua, yaitu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Terdakwa terbukti menyuruh mantan Kepala Bidang Keuangan (Kabidkeu) Polda Jabar Maman Abdurrahman Pasya melakukan pemotongan dana pengamanan pilkada Jabar tahun 2008 sebesar Rp 8,169 miliar yang berasal dari dana hibah Pemda Jabar sebesar Rp 27.730.120.215.

Majelis hakim juga menyatakan Susno melakukan kewenangan tidak pada mestinya atau menyalahgunakan kewenangan terhadap dana pengamanan pilkada Jabar tahun 2008. Sehingga, mendapat keuntungan berupa valuta asing sebesar 266.475 dolar amerika, uang tunai Rp 250 juta dan 40 travel cheque masing-masing senilai Rp 25 juta dengan total Rp 1 miliar.

Selain itu, Majelis Hakim juga menetapkan Susno untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 4 miliar yang harus dibayar dalam waktu satu bulan. Dimana, jika tidak dibayar akan diganti pidana satu tahun. Kemudian, jika dibayar kurang dari kewajiban akan diganti dengan pidana yang akan dihitung nantinya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Susno dengan hukuman pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp 500 juta subisder enam bulan kurungan.

Ketua JPU Erbagtyo Rohan mengatakan Susno terbukti memenuhi unsur Pasal 11 UU Tipikor dan memenuhi unsur yang didakwakan dalam Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Meminta supaya Majelis Hakim memutuskan menyatakan Susno Duadji melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU Tipikor, sebagaimana dalam dakwaan pertama kelima. Dan terbukti melakukan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana dalam Pasal 3 UU tipikor jo Pasal 55 ayat sesuai dalam dakwaan kedua kedua," kata Erbagtyo dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/2).

Susno dikatakan terbukti melakukan pemotongan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008 dengan memerintahkan Kepala Bidang Keuangan (Kabidkeu) pada Polda Jabar, Maman Abdurrahman Pasya.

Mantan Kabareskrim tersebut juga terbukti mendapat keuntungan secara ilegal, yaitu berupa valuta asing sebesar 266.475 dolar amerika, uang tunai Rp 250 juta dan 40 travel cheque masing-masing senilai Rp 25 juta dengan total Rp 1 miliar.

Selain itu, Susno juga terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dalam kasus PT SAL terkait permintaan Sjahril Johan supaya kasus tersebut cepat diselesaikan.

Seperti diketahui, Susno dikenakan dua dakwaan terkait PT Salma Arowana Lestari (SAL) dan kasus pemotongan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat tahun 2008. Dimana, terjadi pemotongan sebesar Rp 8,5 miliar dari jumlah seharusnya sebesar Rp 27,7 miliar yang berasal dari hibah Pemda Jabar. sumber suara pembaruan-(N-8)-//kba.ajiinews//galaknews//

Kamis, 17 Maret 2011

Presiden Yudhoyono Minta Pengelolaan Zakat Transparan

Jakarta -"kba.GALAKnews"

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengelola zakatnya dengan transparan dan akuntabel. Tujuannya, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga penerimaan zakat bisa bertambah.
Berita terkait


"Banyak orang (khawatir) jangan-jangan tidak jelas pengelolaannya, tidak sampai ke tujuan. Baznas peganglah (prinsip) transparansi dan akuntabilitas," ujarnya dalam Sosialisasi Zakat Nasional di Istana Negara, Kamis (17/3).

Badan Amil juga didesaknya membuat program dan sasaran yang jelas, serta menjelaskan semuanya kepada masyarakat.

Ia menegaskan zakat sangat penting, karena bersama-sama program dan bantuan pemerintah, dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia. Orang miskin di negeri ini, katanya, masih ada sekitar 13 persen dari populasi atau 30 juta orang. Sedangkan mereka yang menyandang status nyaris miskin juga jumlahnya hampir sama.

Sebelumnya, Ketua Umum Badan Pengurus Badan Amil Zakat Nasional Didin Hafidhuddin mengatakan zakat yang terhimpun tahun 2010 adalah Rp 1,5 triliun. Jumlah itu meningkat sekitar 25 persen dibanding Rp 1,2 triliun tahun sebelumnya.

Ia menargetkan jumlah itu bisa berkembang sehingga setidaknya Rp 20 triliun. "Ke depan diharapkan meningkat hingga 20 persen dari potensi zakat Indonesia yang mencapai kurang lebih Rp 100 triliun per tahun," tuturnya.

Didin menguraikan, pada tahun 2010, penerimaan manfaat dari zakat Indonesia mencapai angka 2,28 juta orang atau 9,03% dari seluruh penduduk miskin di Indonesia. Jumlah ini adalah keseluruhan mustahik yang dikelola Baznas, Bazda, dan amil zakat lainnya.

Adapun dari setiap 100 rumah tangga penerima zakat produktif atau zakat untuk penambahan modal, terdapat 17 rumah tangga yang setiap tahunnya dapat dikeluarkan dari kemiskinan, sehingga menjadi mandiri tanpa dibantu lagi oleh zakat. "Bahkan mereka dilatih untuk dapat berinfak. Inilah hakekat tujuan utama Baznas," katanya.

BUNGA MANGGIASIH sumber tempointeraktif//kba.ajiinews//galaknews//galang//

Jumat, 04 Maret 2011

Dipo Alam Digugat Rp 101 Triliun

Buntut Ucapan Boikot

Jakarta-"kba.GALAKnews"

Pernyataan boikot media yang diungkapkan oleh Sekretaris Kabinet Dipo Alam tidak hanya dilaporkan pidana oleh Media Group, tetapi juga digugat secara perdata. Grup yang menaungi MetroTV dan harian Media Indonesia itu mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat ( 25/2/2011 ), dengan nilai gugatan sebesar Rp 101 triliun.

"Bahwa penggugat (Media Group) berhak atas ganti kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tergugat (Dipo Alam) yang telah mengeluarkan pernyataan sepihak tanpa dasar hukum dan telah melanggar hak penggugat, baik secara kerugian materiil maupun immateriil," kata kuasa hukum Media Group, OC Kaligis, Sabtu (26/2/2011) di Jakarta.

Kaligis menjelaskan, pernyataan Dipo Alam yang mengimbau institusi pemerintah tidak memasang iklan pada dua media di dalam Media Group telah menimbulkan kerugian materiil. Ia menyebutkan soal turunnya pendapatan iklan MetroTV dan Media Indonesia dan nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 1 triliun.

Secara immateriil, tutur pengacara kondang itu, Media Group mengalami kerugian waktu, tenaga, pikiran, dan pencemaran nama baik. Selain kepercayaan masyarakat menurun, usaha dua media tersebut juga terganggu yang nilainya tak terhitung. "Nilai kerugian immateriil klien kami mencapai Rp 100 triliun," ucap Kaligis.

Disebutkan dalam surat pendaftaran gugatan bernomor 81/PDT.G/ 2011 /PN.JKT.PST itu, alasan Media Group menggugat Dipo Alam adalah pada 21 Februari 2011 tergugat (Dipo Alam) mengeluarkan pernyataan sebagaimana dikutip di berbagai media cetak dan media elektronik yang menjatuhkan kredibilitas para penggugat (Media Group). Ada tiga bukti pernyataan Dipo Alam yang digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pertama, "Pokoknya saya katakan kalau mereka (media) tiap menit menjelekkan terus, tidak usah pasang (iklan). Saya akan hadapi itu. Toh, yang punya uang itu pemerintah. Enggak usah pasang iklan di situ dan juga sekarang orang yang di-interview dalam prime time tidak usah datang."

Kedua, "Ini, kan, membuat investor lari. Seolah-olah Indonesia ini kacau. Indonesia ini gelap."

Ketiga, "Saya memberikan instruksi boikot itu kepada seluruh sekjen dan humas kementerian. Kita bukan alergi kritik. Boleh kritik, kita senangi dikritik. Tapi, isinya negatif dan akumulatif sehingga orang-orang menjadi mislead, that is wrong. Itu bukan mengkritik. Itu bukan kebebasan pers. Saya mengatakan boikot saja. Yang tidak boikot, saya perhatikan."

OC Kaligis menyayangkan Dipo Alam tidak menggunakan hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur Pasal 1 Butir 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Kalau tidak berkenan dengan pemberitaan sebuah media, hendaknya gunakan hak jawab atau hak koreksi, bukan mengeluarkan pernyataan sepihak tanpa dasar hukum yang menjatuhkan kredibilitas media di muka umum sehingga merugikan media itu," katanya.sumber kompas.com//kba.ajiinews//galaknews//

Selasa, 01 Maret 2011

Ahmadiyah Jadi Tumbal Kegagalan Negara

Pemerintah Biarkan Manuver Daerah Terjadi Konplik

OLEH: TUTUT HERLINA/ LILI SUNARDI

Jakarta –"GALAKnews"

Saat ini semakin banyak daerah yang mengeluarkan aturan larangan aktivitas jemaah Ahmadiyah. Ben­tuknya bermacam-macam, da­ri Surat Keputusan Bersama (SKB) dan peraturan bu­pa­ti/wa­li kota, hingga peraturan daerah.

Ketegasan pemerintah pu­sat sangat diperlukan untuk menghentikan manuver di tingkat daerah ini. “Jemaah Ahmadiyah punya hak untuk melaksanakan keyakinannya,” ujar anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Per­juangan, Said Abdullah, kepada SH, Selasa (1/3).

Menurutnya, jika pemerintah membiarkan manuver dae­rah ini terus terjadi, pemerintah dengan sengaja melanggar konstitusi, terutama terhadap Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945. Indonesia merupakan negara yang berdasar hukum, bukan berdasarkan agama apa pun. Selain itu, Pasal 28d Ayat 1 menyebutkan, setiap orang sama kedudukannya di depan hukum. Pemerintah juga melanggar kovenan internasional tentang hak sipil dan politik, khususnya Pasal 18 Ayat 2.

Said mengharapkan Ah­ma­diyah tidak dijadikan tumbal kegagalan pemerintah di bi­dang ekonomi dan penegakan hukum.
Dalam catatan SH, hingga saat ini, ada empat pemerintah provinsi dan tujuh kabupaten yang terang-terangan menge­luarkan aturan larangan aktivitas Ahmadiyah. Jawa Timur adalah provnisi terbaru yang mengeluarkan larangan ini.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo bahkan melempar tanggung jawab ke pusat soal pembubaran Ahmadiyah. “Un­tuk membubarkan Ahmadiyah bukanlah ranah kepala daerah. Itu kewenangan pusat. Karena itu, SK ini merupakan upaya maksimal yang bisa dilakukan oleh kepala daerah,” ungkapnya di Surabaya, kemarin.

Dengan alasan menjaga ketertiban, SK Gubernur Jatim tersebut melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah baik secara lisan, tulisan maupun media elektronik. Melarang pemasang­an papan nama organisasi jemaah Ahmadiyah di tempat umum. Melarang pemasangan pa­pan nama pada masjid, mu­sola, lembaga pendidikan, dan lain-lain dengan identitas je­maah Ahmadiyah Indonesia, ser­ta melarang penggunaan atri­but jemaah Ahmadiyah In­do­nesia dalam segala bentuknya.

Dalam waktu dekat, Pemprov Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan juga akan mengeluarkan kebijakan serupa. Dengan begitu, produk hukum daerah yang diskriminatif tersebut melengkapi 154 kebijakan diskriminatif lainnya.

Juru bicara Ahmadiyah Firdaus Mubarik mengatakan pihaknya pernah meminta pembatalan SKB larangan Ahmadiyah Kota Bogor yang dikeluarkan tahun 2005 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, oleh pengadilan, permintaan tersebut ditolak karena PTUN tidak berwenang mengadili. Surat tersebut dibuat bersama-sama pihak ketiga, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sebenarnya tidak memiliki kedudukan hukum dalam pembuatan UU.

“PTUN tidak berhak mengadili karena aturan itu tidak dalam susunan hukum di Indonesia. Secara administrasi, peraturan yang dibuat pemda tersebut bermasalah. Sayangnya, itu tidak pernah dicabut Kementerian Dalam Negeri,” katanya.
Ia menambahkan, peraturan tersebut sering kali digunakan masyarakat untuk melakukan intimidasi terhadap jemaah Ahmadiyah. “Secara de facto, peraturan yang terbit digunakan oleh masyarakat untuk menyebarkan ketakutan,” imbuhnya.

Kontraproduktif
Peneliti Setara Institute Ismail Hasani menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus menegur Mendagri Gamawan Fauzi, karena telah mempersilakan daerah mengeluarkan regulasi diskriminatif terkait pelarangan Ahmadiyah, sementara belum ada solusi permanen untuk persoalan Ahmadiyah dari pemerintah pusat.

Menurutnya, penerbitan produk hukum diskriminatif tersebut merupakan bentuk penyederhanaan penanganan terhadap persoalan Ahmadiyah. “Produk hukum yang terkait larangan aktivitas Ahmadiyah merupakan langkah kontra produktif di tengah upaya Presiden RI, DPR RI dan seruan berbagai pihak yang mendorong adanya jalan keluar komprehensif atas Ahmadiyah dan jaminan kebebasan beragama serta berkeyakinan,” jelasnya.

Menurutnya, penerbitan kebijakan diskriminatif juga merupakan bentuk reviktimisasi terhadap Ahmadiyah. Padahal, kekerasan di Cikeusik dan Temanggung bukan semata isu sesat dan tidak sesat dan bukan hanya isu penodaan agama, tetapi juga adanya fakta tumbuh suburnya organisasi radikal yang gemar melakukan kekerasan.

Secara terpisah, Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, pihaknya akan melihat perda dan rancangan perda provinsi terkait Ahmadiyah secara kasus per kasus, karena bisa saja isinya berbeda di setiap daerah. Menurutnya, ada mekanisme koreksi terhadap perda yang dikeluarkan, sehingga nantinya dapat dibatalkan jika dianggap bertentangan dengan SKB tiga menteri.

Dia juga menjelaskan, jika perda terkait Ahmadiyah tersebut bertujuan menguatkan SKB, hal tersebut merupakan hal yang bagus. “Dalam SKB kan perlu ada penegasan untuk pengawasan, pembinaan. Nah, kalau dalam kerangka itu kan bagus. Tapi prinsipnya jangan sampai melarang keberadaan Ahmadiyah,” ujarnya.

Sementara itu, hari ini, ribuan massa Front Pembela Islam kembali turun jalan menuntut pemerintah mengeluarkan keppres pelarangan ajaran Ahmadiyah. Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) FPI DKI Jakarta, Habib Salim Alatas, mengatakan, penolakan Ahmadiyah murni merupakan demo umat Islam tanpa terkait politisasi.

Massa FPI menggelar aksi di Bundaran HI, sebelum kemudian melanjutkan unjuk rasa di depan Istana Presiden. Selain SBY yang dituntut membikin keppres, FPI juga meminta Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengeluarkan keputusan larangan Ahmadiyah di wilayah Jakarta.

Dari Jabar, MUI bersuara keras, menuding pemerintah tak berani membubarkan Ahmadiyah.
“Tidak menutup kemungkinan akan timbul masalah lain, jika pemerintah SBY tidak bisa dengan tegas membubarkan Ahmadiyah, melalui keputusan pengadilan. Yang berhak membubarkan Ahmadiyah bukan MUI atau masyarakat Islam, namun pemerintah yang berwenang. Kami mendesak harus ada keberanian pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah,” katanya.sinar harapan (inno jemabut/chusnun hadi/saufat endrawan/bachtiar)//kba.ajiinews//galaknews//

Kembali ke : Home