Putusan Banding, Hukuman Angelina Sondakh Dikuatkan
[JAKARTA] Mantan Puteri Indonesia, Angelina Patricia Pingkan Sondkh nampaknya harus tetap menjalani hukuman selama empat tahun dan enam bulan penjara. Sebab, Majelis hakim tinggi dari Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dalam putusan bandingnya menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta.
"Putusan PT. DKI No. 11/PID/TPK/2013/PT.DKI tanggal 22 Mei 2013 atas nama Angelina Patricia Pingkan Sondakh, menerima permintaan banding dari Penuntut Umum pada KPK, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta no. 54/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jkt.Pst, tanggal 10 Januari 2013," kata Humas PT DKI, Ahmad Sobari melalui pesan singkat, Jumat (14/6).
Menurut Sobari, Hakim tinggi yang diketuai oleh KM. A.TH. Pudjiwahono dan beranggotakan Asnahwati, HM. As'adi Alma'ruf, Sudiro dan Amiek Sumindriyatmi, menyatakan bahwa pertimbangan majelis hakim tingkat pertama telah tepat dan benar. Sehingga, diputuskan putusana untuk dikuatkan.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, yang menjatuhkan vonis empat tahun dan enam bulan penjara kepada terdakwa kasus suap Angelina Sondakh.
Menurut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, banding diajukan karena melihat eks Wasekjen Partai Demokrat yang duduk sebagai anggota dewan non-aktif tersebut memiliki peran aktif dalam keseluruhan tindak pidana yang didakwakan sehingga dituntut sesuai Pasal 12 huruf a UU Tipikor.
Tetapi, lanjut Bambang, majelis hakim dalam putusannya terlihat tidak melihat peran aktif Angie. Sehingga, menjatuhkan vonis berdasarkan Pasal 11 UU Tipikor.
"Dalam memori banding, KPK akan tetap buktikan peran aktif Angie. Sehingga, dia layak dituntut sesuai dengan tuntutan yang dirumuskan KPK," tegas Bambang.
Angelina Patricia Pingkan Sondakh divonis empat tahun dan enam bulan penjara. Serta, membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Sebab, terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika atau setara dengan Rp 14 miliar terkait penggiringan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan ketiga," kata Ketua Majelis Hakim, Sudjatmiko saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1) sore.
Dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan berdasarkan pembicaraan melalui asilitas Blackberry Mesangger (BBM) antara terdakwa Angelina Sondakh dan saksi Mindo Rosalina Manullang (Rosa), terbukti ada sejumlah uang yang diterima oleh terdakwa terkait penggiringan anggaran di Kemdiknas.
"Dari BBM antara terdakwa dan Rosa dapat disimpulkan jumlah uang yang diberikan Permai Grup ke terdakwa. Pertama, tanggal 19 April 2010 sebesar Rp 2 miliar dari Dadang ke kurir terdakwa Jefry. Di mana, terdapat pembicaraan BBM antara terdakwa dan Rosa dan tanggal 20 April 2010 yang berisi ucapan terimakasih terdakwa pada Rosa atas suatu pemberian. Sehingga, dipandang telah terjadi pemberian hadiah," kata Hakim Anggota, Afiantara.
Selanjutnya, lanjut Afiantara, dari pembicaraan BBM antara terdakwa dan Rosa tanggal 19 Juni 2012, terbukti ada pemberian uang sebesar Rp 200 ribu dolar Amerika pada tanggal yang sama untuk Angelina Sondakh. Di mana, dalam pembicaraan tersebut Rosa menanyakan apakah kurir terdakwa yang bernama Jefry dapat ke Paparonz di Warung Buncit dan di jawab oleh Angelina Sondakh bisa.
Kemudian, pada tanggal 14 Oktober 2010 terbukti terjadi pemberian sebesar 500 ribu dolar Amerika yang didukung oleh bukti percakapan Bbm antara terdakwa ke Rosa. Di mana, dalam percakapan terdakwa mengingatkan penyerajan komitmen fee. Dan dijawab Rosa komitmen fee tersebut akan diserahkan terlebih dahulu akan diserahkan kepada seseorang bernama Bali.
Terkahir, pada tanggal 3 Nopember 2010 terbukti ada penyerahan uang sebesar 500 ribu dolar Amerika. Hal itu terbukti dengan adanya pembicaraan BBM antara terdakwa dengan Rosa yang menyatakan bahwa penyerahan uang tinggal sisanya.
"Dengan demikian, jumlah uang yang diterima terdakwa Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika. Uang itu sebagai bentuk realisasi janji Grup Permai atas kesanggupan menggiring anggaran yang terkait proyek Kemdiknas. Di mana diberikan langsung Rosa meskipun penyerahan melalui kurir dan diterima tidak langsung oleh terdakwa melalui kurir atau orang kepercayaan terdakwa," kata Afiantara.
Hanya saja, dalam putusannya, Majelis Hakim menilai terdakwa tidak memiliki kewenangan penuh menentukan besaran anggaran. Sehingga, uang sejumlah Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika tidak jelas diterima oleh siapa. Dana apakah dinikmati oleh terdakwa sendiri atau apakah juga dinikmati oleh orang lain juga.
"Penerapan Pasal 18 UU Tipikor adalah tidak tepat. Terdakwa dalam kewenangannya sebagai anggota DPR maupun Badan Anggaran (Banggar) tidak dapat berdiri sendiri karena berhubungan dengan mitra kerja dan anggota Banggar lainnya. Sebab, kewenangan menentukan besaran anggaran bukan kewenangan tunggal tetapi kolektif," kata Hakim Anggota Marsudin Nainggolan.=//sumber hu suara pembaruan/// (N-8)
"Putusan PT. DKI No. 11/PID/TPK/2013/PT.DKI tanggal 22 Mei 2013 atas nama Angelina Patricia Pingkan Sondakh, menerima permintaan banding dari Penuntut Umum pada KPK, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta no. 54/Pid.B/Tpk/2012/PN.Jkt.Pst, tanggal 10 Januari 2013," kata Humas PT DKI, Ahmad Sobari melalui pesan singkat, Jumat (14/6).
Menurut Sobari, Hakim tinggi yang diketuai oleh KM. A.TH. Pudjiwahono dan beranggotakan Asnahwati, HM. As'adi Alma'ruf, Sudiro dan Amiek Sumindriyatmi, menyatakan bahwa pertimbangan majelis hakim tingkat pertama telah tepat dan benar. Sehingga, diputuskan putusana untuk dikuatkan.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, yang menjatuhkan vonis empat tahun dan enam bulan penjara kepada terdakwa kasus suap Angelina Sondakh.
Menurut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, banding diajukan karena melihat eks Wasekjen Partai Demokrat yang duduk sebagai anggota dewan non-aktif tersebut memiliki peran aktif dalam keseluruhan tindak pidana yang didakwakan sehingga dituntut sesuai Pasal 12 huruf a UU Tipikor.
Tetapi, lanjut Bambang, majelis hakim dalam putusannya terlihat tidak melihat peran aktif Angie. Sehingga, menjatuhkan vonis berdasarkan Pasal 11 UU Tipikor.
"Dalam memori banding, KPK akan tetap buktikan peran aktif Angie. Sehingga, dia layak dituntut sesuai dengan tuntutan yang dirumuskan KPK," tegas Bambang.
Angelina Patricia Pingkan Sondakh divonis empat tahun dan enam bulan penjara. Serta, membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Sebab, terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika atau setara dengan Rp 14 miliar terkait penggiringan anggaran di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas).
"Mengadili, menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan ketiga," kata Ketua Majelis Hakim, Sudjatmiko saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/1) sore.
Dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan berdasarkan pembicaraan melalui asilitas Blackberry Mesangger (BBM) antara terdakwa Angelina Sondakh dan saksi Mindo Rosalina Manullang (Rosa), terbukti ada sejumlah uang yang diterima oleh terdakwa terkait penggiringan anggaran di Kemdiknas.
"Dari BBM antara terdakwa dan Rosa dapat disimpulkan jumlah uang yang diberikan Permai Grup ke terdakwa. Pertama, tanggal 19 April 2010 sebesar Rp 2 miliar dari Dadang ke kurir terdakwa Jefry. Di mana, terdapat pembicaraan BBM antara terdakwa dan Rosa dan tanggal 20 April 2010 yang berisi ucapan terimakasih terdakwa pada Rosa atas suatu pemberian. Sehingga, dipandang telah terjadi pemberian hadiah," kata Hakim Anggota, Afiantara.
Selanjutnya, lanjut Afiantara, dari pembicaraan BBM antara terdakwa dan Rosa tanggal 19 Juni 2012, terbukti ada pemberian uang sebesar Rp 200 ribu dolar Amerika pada tanggal yang sama untuk Angelina Sondakh. Di mana, dalam pembicaraan tersebut Rosa menanyakan apakah kurir terdakwa yang bernama Jefry dapat ke Paparonz di Warung Buncit dan di jawab oleh Angelina Sondakh bisa.
Kemudian, pada tanggal 14 Oktober 2010 terbukti terjadi pemberian sebesar 500 ribu dolar Amerika yang didukung oleh bukti percakapan Bbm antara terdakwa ke Rosa. Di mana, dalam percakapan terdakwa mengingatkan penyerajan komitmen fee. Dan dijawab Rosa komitmen fee tersebut akan diserahkan terlebih dahulu akan diserahkan kepada seseorang bernama Bali.
Terkahir, pada tanggal 3 Nopember 2010 terbukti ada penyerahan uang sebesar 500 ribu dolar Amerika. Hal itu terbukti dengan adanya pembicaraan BBM antara terdakwa dengan Rosa yang menyatakan bahwa penyerahan uang tinggal sisanya.
"Dengan demikian, jumlah uang yang diterima terdakwa Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika. Uang itu sebagai bentuk realisasi janji Grup Permai atas kesanggupan menggiring anggaran yang terkait proyek Kemdiknas. Di mana diberikan langsung Rosa meskipun penyerahan melalui kurir dan diterima tidak langsung oleh terdakwa melalui kurir atau orang kepercayaan terdakwa," kata Afiantara.
Hanya saja, dalam putusannya, Majelis Hakim menilai terdakwa tidak memiliki kewenangan penuh menentukan besaran anggaran. Sehingga, uang sejumlah Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar Amerika tidak jelas diterima oleh siapa. Dana apakah dinikmati oleh terdakwa sendiri atau apakah juga dinikmati oleh orang lain juga.
"Penerapan Pasal 18 UU Tipikor adalah tidak tepat. Terdakwa dalam kewenangannya sebagai anggota DPR maupun Badan Anggaran (Banggar) tidak dapat berdiri sendiri karena berhubungan dengan mitra kerja dan anggota Banggar lainnya. Sebab, kewenangan menentukan besaran anggaran bukan kewenangan tunggal tetapi kolektif," kata Hakim Anggota Marsudin Nainggolan.=//sumber hu suara pembaruan/// (N-8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar