Rabu, 21 April 2010

Rezim Keluarga di Pilkada 2010

Grafis : Kompas
Rezim Keluarga di Pilkada

Terjadi Krisis Kaderisasi dalam Partai Politik

JAKARTA - Pemilu kepala daerah tahun 2010 mencemaskan. Pilkada kali ini menampilkan fenomena politik dinasti dengan munculnya calon dari lingkungan keluarga kepala daerah yang berkuasa.

Pilkada yang memungkinkan semua orang berpartisipasi juga memunculkan artis-artis yang diragukan kapabilitasnya.

Pilkada 2010 ini adalah pilkada langsung kedua setelah pilkada langsung oleh rakyat dilaksanakan pada 2005. Saat itu dilangsungkan 226 pilkada, yaitu 11 pilkada provinsi, 179 kabupaten, dan 36 kota.

Dari 244 pilkada tahun ini, tujuh pilkada berupa pemilihan gubernur dan wakil gubernur, yaitu di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Jambi. Sisanya, sebanyak 202 pilkada kabupaten dan 35 kota, yang berada di 32 provinsi. Hari Minggu (18/4), misalnya, dua daerah di Provinsi Jawa Tengah melaksanakan pemungutan suara, yaitu Kota Semarang dan Kabupaten Purbalingga.

Maraknya pilkada itu membuat ratusan orang ”melamar” menjadi calon kepala daerah. Dari ratusan orang itu terdapat sejumlah calon yang kontroversial.

Di beberapa daerah, pertarungan keluarga dalam pilkada sangat mencolok, antara lain di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo; Indramayu, Jawa Barat; Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY); Kediri di Jawa Timur, dan Jembrana di Bali. Calon-calon yang maju dalam arena pertarungan memiliki hubungan keluarga, yaitu suami, istri, anak, atau kakak dan adik. Dari ruang keluarga bersaing di ruang publik.

Di Bone Bolango, seorang istri maju menantang suaminya yang kini berkuasa atau petahana (incumbent). Ismet Mile (62) yang mengakhiri tugasnya sebagai Bupati Bone Bolango kembali mencalonkan diri berpasangan dengan Ibrahim Dau dari Partai Demokrasi Kebangsaan. Istrinya, Ruwaida Mile, juga mencalonkan diri sebagai bupati berpasangan dengan Haris Hadju dari Partai Kebangkitan Nasional Ulama.

Melawan kakak

Di Pilkada Bone Bolango pula, Mohammad Kris Wartabone yang berpasangan dengan Irwan Mamesah yang diusung PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional juga bertarung dengan kakaknya, Kilat Wartabone.

Kilat maju sebagai calon wakil bupati berpasangan dengan Bonny Oentu dari Partai Golkar. Kilat adalah wakil bupati yang pada Pilkada 2005 berpasangan dengan Ismet. Pilkada Bone Bolango dilaksanakan pada 5 Juli 2010.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bone Bolango Femmy Kristina Udoki, pekan lalu, mengatakan, pilkada di daerahnya paling ramai dibandingkan dengan pilkada kabupaten lainnya di Gorontalo karena diikuti delapan pasang calon.

Menurut Bonny Ointu, birokrat di Pemerintah Provinsi Gorontalo, banyaknya pasangan calon itu karena situasi politik di daerah tersebut kurang harmonis menyusul perpecahan rumah tangga calon petahana, Ismet Mile dengan istrinya.

Di Jawa Barat, istri dan anak Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin akan meramaikan bursa bakal calon Bupati Indramayu periode 2010-2015 pada Oktober mendatang. Keduanya kini masih bertarung memperebutkan dukungan dari Partai Golkar.

Istri Bupati Indramayu, Anna Sophana, yang selama ini menjabat Ketua Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), sejak akhir tahun lalu disiapkan untuk maju dalam pilkada Indramayu. Menurut Irianto yang akrab disapa Yance, istrinya didukung para ibu binaan PKK. Puluhan baliho besar yang bergambar Anna Sophana pun sudah terpampang di jalan-jalan utama Indramayu.

Saat yang sama, putranya, Daniel Mutaqien, juga maju mencalonkan diri. Ia bersaing dengan ibunya memperebutkan dukungan Partai Golkar. Ia menggantikan ayahnya. Yance yang sudah dua periode menjadi bupati, Jumat lalu, mengaku tak masalah dengan pencalonan istri dan anaknya itu. Dia menolak dikatakan membentuk rezim keluarga karena anak dan istrinya juga melalui mekanisme yang berlaku.

Upaya untuk melanjutkan rezim keluarga juga terasa di Bantul, DIY. Dalam pilkada pada 23 Mei nanti, Sri Suryawidati atau yang akrab dipanggil Ida Idham Samawi, istri Bupati Bantul Idham Samawi yang telah dua kali menjabat, muncul sebagai calon. Walaupun kapasitasnya diragukan oleh pengamat politik, popularitas Ida cukup tinggi karena mengandalkan sosok suami yang selama ini dianggap sukses memimpin Bantul.

Menurut Ida, keputusannya untuk maju bukan ingin melanjutkan kekuasaan, melainkan karena menangkap permintaan masyarakat. ”Tiap hari banyak kelompok masyarakat yang menghendaki saya maju,” katanya.

Artis ikut meramaikan

Selain diramaikan calon yang berhubungan keluarga, pilkada di sejumlah wilayah juga disemarakkan dengan tampilnya artis. Di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, kampung kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nama artis Julia Perez santer disebut sebagai bakal calon kepala daerah pada pilkada Desember 2010.

Jupe, panggilan akrab Julia Perez, secara resmi telah dipinang oleh koalisi delapan partai politik, meliputi lima parpol yang duduk di kursi parlemen dan tiga parpol nonparlemen.

Koordinator koalisi yang juga Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura Pacitan Sutikno mengatakan, delapan partai pengusung itu meliputi Partai Hanura, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Patriot. Partai pengusung di luar parlemen adalah Partai Gerindra, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, serta Partai Bulan Bintang.

Di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Partai Demokrat memunculkan nama artis Vena Melinda sebagai calon bupati periode 2010-2015. Di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, ada Ratih Sanggarwati yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ratih diusung Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan sebagai calon kepala daerah. Ia berdampingan dengan Khoirul Anam, Ketua DPC PKB Kabupaten Ngawi.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, AA Ari Dwipayana, mengatakan, fenomena pilkada itu mengindikasikan krisis kaderisasi dan seleksi dalam partai politik. Partai terlihat belum mampu menyiapkan kadernya untuk menduduki jabatan publik. ”Padahal, tugas dan fungsi utama partai adalah perekrutan politik untuk menduduki jabatan publik,” ujar Ari. (NIK/HAN/UTI/ENY/WER/NIT/ZAL/Kompas) ***

Sumber : pendopoindramayu.blogspot.com, Rabu, 21 April 2010 | 03:47 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar