Jumat, 14 Januari 2011

Narapina Australia Mahal Barter 1:12.000 Napi Indonesia

Barter Narapidana dengan Australia Tidak Lazim




Jakarta-"kba.GALAKNEWS"

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan rencana barter narapidana (napi) antara Indonesia dan Australia tidak lazim. Pasalnya, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki undang-undang tentang Transfer of Sentenced Person (TSP).

“Perjanjian TSP seharusnya didasarkan pada undang-undang tersendiri," kata Hikmahanto dihubungi, Jumat 14 Januari 2011.

Menurut Hikmahanto, pembicaraan pertukaran narapidana dengan Australia telah berlangsung sejak 2005. Australia terus membicarakan soal itu karena jumlah warga negara mereka banyak yang telah divonis dan menjalani hukuman di Indonesia. "Wajar, mereka ada kepentingan,” kata Hikmahanto. “Yang tidak wajar adalah sikap pemerintah Indonesia."

Ketidakwajaran sikap pemerintah Indonesia, menurut Hikmahanto, terlihat dari pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar yang mengisyaratkan akan disetujuinya perjanjian TSP itu.

Hikmahanto menilai, penggunaan Undang-Undang Pemasyarakatan yang bakal direvisi sebagai dasar hukum dasar hukum pertukaran narapidana tidak sesuai prosedur. “Seolah-olah penuh rekayasa.” Karena tidak ada dasarnya, kata Hikmahanto, “Dibuat ketentuan yang dicantolkan ke Undang-Undang Pemasyarakatan."

Hikmahanto menduga ada motif lain di balik rencana barter narapidana itu. Pemerintah menyetujui pertukaran tahanan setelah beberapa kali mendapatkan bantuan dari Australia. "Bantuan luar negeri kerap menyandera kebijakan yang dibuat pemerintah," kata dia.

Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan bahwa rencana pertukaran tahanan antara Indonesia dan Australia masih dalam pembahasan. "Ini wacana yang disampaikan kepada kami," kata Basrief di Jakarta, kemarin.

Menurut Basrief, pembicaraan itu muncul saat rombongan Kejaksaan Agung Australia bertandang ke Indonesia. Dalam konsep pertukaran itu, Basrief menjelaskan, warga negara Indonesia yang divonis di Australia bisa menjalankan hukumannya di Indonesia. "Begitu juga sebaliknya," ujar Basrief.

Menurut Basrief, dua lembaga yang bakal berperan penting dalam pertukaran tahanan adalah Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri. "Kejaksaan sifatnya menunggu, kalo diundang ya kami ikut," ujar Basrief.sumber tempo interaktif.ririn agusti/febriyan-//kba.ajiinews/galaknews//.

RIRIN AGUSTIA | Febriyan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar