Oranisasi Dapat Dibekekukan Jika Salah Aturan
Jakarta -"kba.GALAKnews"
Pemerintah tidak perlu takut untuk membekukan organisasi kemasyarakatan (ormas).
Namun, pembekuan itu harus dilakukan terhadap ormas yang terbukti menebar rasa kebencian yang diikuti dengan tindak kekerasan yang berulang.
Hal tersebut dikemukakan Direktur Program The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial), Al Araf, di Jakarta, Jumat (11/2). Menurutnya, organisasi dapat dibekukan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum dan perundang-undangan. Meski demikian, ia mengingatkan, pembekuan tidak ditujukan kepada organisasi yang melakukan kritik terhadap pemerintah.
“Apabila terbukti oleh pemerintah terdapat ormas yang menyebarkan rasa kebencian maka pemerintah dapat mengajukan gugatan mekanisme pengadilan,” katanya. Pembekuan, lanjut Al Araf, juga harus mendasarkan pada prinsip-prinsip universal hak asasi manusia.
Pemerintah juga harus menciptakan terobosan hukum untuk membekukan suatu organisasi. Pasalnya, UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Ormas sebagai dasar pembekuan sudah tidak lagi digunakan sejak reformasi. Selain itu, penggunaan UU Ormas dikhawatirkan akan menjadi ruang baru bagi pemerintah untuk membungkam kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah.
Sementara itu, Ketua Institute, Hendardi mengatakan, penegakan hukum dan penguatan institusi kepolisian adalah kunci penghapusan intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan atas nama agama. Berbagai kekerasan dan fakta pelanggaran atas nama agama selama ini bukan sekadar terkait dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri soal Ahmadiyah, Peraturan Bersama Menteri tentang Rumah Ibadah, konflik pendirian rumah ibadah, dan tuduhan penodaan agama.
“Yang paling nyata adalah adanya organisasi-organisasi garis keras pengusung aspirasi intoleran yang menggunakan kekerasan dalam memperjuangkan gagasannya. Organisasi Islam pengusung aspirasi intoleran telah secara efektif memanfaatkan kondisi masyarakat yang rentan provokasi untuk melakukan aksi-aksi kekerasan,” katanya.
Selain itu, kata Hendardi, berbagai kekerasan, intoleransi, dan diskriminasi yang terjadi tidak pernah mendapat perhatian dari institusi Polri. Hanya dalam beberapa kasus kepolisian memproses secara hukum kekerasan semacam ini.
“Kapolri tidak boleh ragu mengambil tindakan tegas terhadap pejabat-pejabat kepolisian di semua tingkatan yang nyata-nyata lalai dan membiarkan kekerasan itu terjadi, termasuk membebastugaskan para petinggi Polri yang terlibat dalam aksi pembiaran,” katanya, seusai bertemu Kepala Polri bersama sejumlah aktivis HAM kemarin.
Padahal, menurut Hendardi, tindakan kriminal dan kekerasan yang memiliki pola, modus, spirit, dan sasaran yang sama sudah cukup jelas, bahwa organisasi-organisasi tertentu selalu berada di garda depan berbagai aksi perusakan. “Pembiaran terhadap kelompok-kelompok ini telah melahirkan preseden buruk bagi kasus-kasus serupa yang terus bermunculan dan di berbagai tempat. Pembiaran juga telah semakin menebalkan impunitas terhadap pelaku kekerasan dan akan terus menerus melakukan aksinya,” ujarnya.sumber sinar harapan (cr-13)-//kba.ajiinews//galaknews//ganas//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar