Minggu, 09 Januari 2011

Mafia Pajak Polisi Harus Jujur.....??????

Penegak Hukum Tidak Jujur soal Mafia Pajak

Jakarta-"kba-GALAKnews"

Kepolisian me­minta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak proaktif untuk memberikan data penye­le­wengan sejumlah wajib pajak seperti yang pernah diung­kapkan terdakwa kasus ma­fia hukum Gayus Halomoan Tambunan.

Sebaliknya, Dit­jen Pajak menyatakan, kepo­lisian belum meminta dokumen pajak perusahaan yang disebut Gayus sesuai dengan prosedur ke menteri keuang­an (Menkeu). Sejauh ini, ke­polisian baru meminta dokumen atas nama perusahaan Surya Alam Tunggal. Perkara yang melibatkan perusahaan itu tengah di­sidangkan di pengadilan.

Direktur Penyuluhan, Pe­la­yanan dan Humas Ditjen Pajak Ikbal Alamsyah kepada SH, Jumat (7/1) siang ini menyatakan, untuk menda­patkan dokumen tersebut, ke­polisian seharusnya mengajukan permintaan ke Men­keu. Setelah ada izin dari Men­­keu, Ditjen Pajak menye­rahkan dokumen-dokumen tersebut.

Ia menambahkan, sejauh ini pihaknya akan kooperatif memberikan semua data perusahaan jika memang diminta dengan prosedur yang benar sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
Seperti diketahui, Pasal 34 Ayat (2a) Huruf b UU KUP menyatakan bahwa pejabat atau tenaga ahli pajak dapat memberikan keterangan ke­pa­da lembaga negara yang me­miliki kewenangan peme­riksaan keuangan negara harus ditetapkan oleh men­teri keuangan. “Jadi Polri yang minta ke menteri ke­uangan, setelah itu menteri keuangan yang meminta ka­mi untuk memberikan dokumennya ke Polri,” tandasnya.

Kemudian Iqbal juga meminta agar dalam permintaan pembukaan dokumen pajak, Polri bisa lebih rinci menyebutkan jenis dan ruang lingkup dokumen yang dibutuhkan untuk bahan penyelidikan. “Mintanya juga harus rinci, misalnya dokumen pajak tahun berapa, dokumen yang seperti apa dan sebagainya,” ungkap Iqbal.

Terlepas dari itu semua, Ditjen Pajak kata Iqbal tetap akan membantu upaya pembersihan mafia pajak di lingkungannya. Hal ini terlihat dari banyaknya sanksi yang diberikan kepada pegawai pajak yang melakukan pelanggaran. Sepanjang 2010, menurut Iqbal ada 653 pegawai yang mendapatkan sanksi beragam. Dari jumlah tersebut 14 di antaranya turun pangkat, 10 diberhentikan dengan hormat, 16 diberhentikan sementara, dan 13 diberhentikan dengan tidak hormat. “Dari yang 13 itu ada juga yang terlibat korupsi atau tindak pidana berat lainnya yang sudah ditetapkan Polri,” ujarnya.

Praktisi Hukum Luhut Pangaribuan yang dihubungi, Jumat, mengatakan kepolisian sebaiknya jujur dalam persoalan mafia pajak. Jika kepolisian mengaku kesulitan membongkar mafia pajak, institusi tersebut harus rela menyerahkan kasusnya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apalagi, pemberantasan mafia pajak membutuhkan independensi dari lembaga penegak hukum.
“Meski KPK punya hak untuk ambil alih, tapi di kita ada budaya ewuh pakewuh. Jadi sebaiknya polisi rela perkaranya diserahkan ke KPK. Ini untuk membongkar kasus pajak itu,” katanya.

Ia menambahkan, penanganan perkara mafia pajak sebenarnya sama seperti kasus korupsi biasa. Semua pihak yang terlibat atau terkait bisa diseret ke pengadilan. “Cuma masalahnya independen tidak? Kalau perlu ya presiden turun tangan,” katanya.

Temuan Polisi
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar, Kamis (6/1) siang mengatakan, Sony Laksono (nama yang diduga digunakan terdakwa perkara dugaan mafia hukum Gayus Tambunan untuk pelesir) menggunakan dua maskapai berbeda untuk kepergiannya ke Makau dan Singapura.
Berdasarkan data manifes penumpang, Polri menemukan nama Sony Laksono di maskapai Mandala Airlines pada 24 September 2010 menuju Makau, dan menggunakan Air Asia pada 30 September 2010 menuju Singapura.

Ia menyebutkan, data manifes ada nama Sony Laksono. Pada tanggal 24 Sony atau yang diduga Gayus terbang ke Makau dan enam hari setelahnya atau tanggal 30 September ia terbang ke Singapura menggunakan Air Asia. Dari hasil temuan tim gabungan juga dapat diketahui bahwa paspor milik Gayus memang asli, tapi datanya dipalsukan. Paspor bernomor 1A11JC4639-JRT sedianya dibuat untuk pemohon bernama Margaretha yang dikeluarkan pada 5 Januari.

Sementara itu, Menteri Hu­kum dan Hak Asasi Ma­nu­sia Patrialis Akbar secara terpisah di Istana Kepre­sidenan, Kamis siang, memastikan kantor imigrasi Jakarta Timur tidak terlibat dalam pembuatan paspor palsu atas nama Sony Laksono yang diduga digunakan Gayus Tambunan untuk bepergian ke luar negeri. Tim investigasi Kemenhukham kini mengintensifkan penyelidikan ke pi­hak Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta.
Menurutnya, paspor tersebut tidak dikeluarkan kantor imigrasi. Pada paspor itu banyak sekali kejanggalan. Kemungkinan diproses di luar.

Kasus Rentut Gayus
Jaksa Agung Basrief Arief mengimbau Jaksa Cirus Si­na­ga, tersangka dugaan pe­mal­su­an petunjuk penuntutan Gayus HP Tambunan memenuhi panggilan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bares­krim) Mabes Polri. Hingga kini Jaksa Cirus belum juga memenuhi panggilan penyidik Polri terkait perkara tersebut.
Jaksa Agung menyampaikan hal ini, Kamis. Dia mengatakan, pemanggilan yang dilayangkan penyidik Polri ke institusinya atas du­ga­an keterlibatan oknum jaksa dalam suatu perkara sudah pasti dengan seizin jaksa agung.

Kejaksaan Agung (Keja­gung) melalui pengawasan internalnya beberapa waktu lalu melaporkan Jaksa Cirus dan pengacara Haposan Hutagalung ke Bareskrim Polri. Bersama Jaksa Cirus juga dilaporkan Jaksa Fadil Regan. Keduanya merupakan anggota jaksa penuntut atas perkara Gayus Tambunan.
Sebagaimana dalam laporan yang disampaikan peng­awasan internal kejaksaan disebutkan bahwa pemalsuan surat rentut itu dilakukan ­dengan mengganti tuntutan terhadap Gayus yang semula satu tahun percobaan (surat bernomor R455) menjadi satu tahun penjara (surat bernomor R431).

Dalam kesaksian di persidangan, mantan pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Gayus HP Tambunan menyebutkan, dirinya menye­torkan US$ 50.000 sebanyak dua kali sesuai rentut. (faisal rachman/tutut herlina/deytri aritonang/vidi batlolone/rafael sebayang)sumber sinar harapan//kba-ajiinews//Galaknews//

Tidak ada komentar:

Posting Komentar